Segalanya berubah. Di dunia ini, tak
ada yang benar-benar tetap—kecuali perasaanku. Semua sekadar hinggap, berlalu
seiring embusan angin yang menerbangkan segala asa dan doa. Ke arah langit, aku
selalu memandang. Semoga, semoga saja, segala yang kutitipkan dapat mencapai
kejauhan—mencapaimu.
Kau akan ada di sini. Sekarang. Bisa
saja, kau justru masih berada entah di belahan bumi mana lalu suatu hari kita
baru bertemu dan semuanya akan mengalir begitu saja. Namun, segalanya telah
terjadi. Tak ada yang namanya kebetulan. Kau—entah mengapa—datang ke dalam
hidupku di waktu dulu. Kautahu, hingga detik ini aku tak pernah lupa momen itu.
Kita melalui waktu berdua. Kita pernah
benar-benar berdua. Kita pernah berbagi tawa juga air mata. Kita pernah
menjalani masa atas nama cinta. Kita pernah menciptakan kenangan juga kisah tak
terlupakan. Kita pernah bersatu hingga akhirnya takkan pernah lagi menjadi
satu. Kita kembali asing seperti dulu, menjalani kehidupan masing-masing,
berpura-pura tak pernah ada yang terjadi.
Kau tidak ada di sini. Aku tidak ada
di sana. Kita tak ada di tempat yang sama. Kita tak ada lagi. Tak ada kita
lagi. Tak lagi ada kita. Kita tak lagi ada. Hanya ada aku di tempat yang sama,
dengan segala yang selalu sama. Di kejauhan sana, kau berada dengan semua yang
selalu berubah. Kita memang berbeda. Kita tak pernah sama. Namun, bukankah
Tuhan tahu bahwa pernah ada di antara kita sesuatu yang sama—cinta?
Aku tidak pernah menyesal. Mungkin
Tuhan memang sengaja mempertemukan kita dulu, bukan sekarang, bukan pula di
masa depan. Tuhan tahu bahwa kapan pun Dia mendatangkanmu, aku sudah pasti akan
mencintaimu—tak kenal waktu. Bukankah sebaik-baik rencana adalah rencana Tuhan?
Aku memercayainya, sangat.
Atas segala yang telah terjadi, aku
bersyukur sepenuh hati. Kautahu, bisa melewati hari denganmu pun sudah
membuatku amat bahagia. Mungkin kita tidak lagi di jalan yang sama. Mungkin
sejak awal kita memang berbeda tujuan. Mungkin sejak awal kita dipertemukan
untuk saling membantu menemukan. Setidaknya, kita pernah bersama. Kita telah
begitu lama bersama dalam perjalanan. Sebuah perjalanan untuk menemukan—dan
kehilangan. Aku menemukanmu, yang kemudian diikuti dengan kehilanganmu.
Kau menemukan dia. Peranku selesai. Aku telah menemanimu
dalam perjalanan ini. Aku telah mengantarmu untuk menemukan seseorang yang
kauinginkan. Kita berpisah karena tak lagi searah. Perjalananmu telah selesai,
sementara aku masih terus berjalan entah sampai kapan, entah hingga ke mana.
Hatiku selalu menujumu, langkahku mengarah padamu. Namun, rasanya tak akan
pernah lagi ada temu.
Suatu hari ketika aku telah berada di ujung jalan, aku tahu bahwa yang akan ditemukan adalah langit yang luas untuk kupandang, bermiliar bintang yang bersaing untuk benderang, juga separuh jiwa yang hilang. Sepanjang perjalanan, aku tahu takkan ada yang membuatku berhenti berjalan. Aku takkan pernah bisa melihat ke arah lain karena di mana pun itu, yang kutemukan adalah dirimu yang telah berupa bayang. Hingga nanti, aku akan selalu ingat bahwa meskipun takkan pernah lagi ada kesempatan untuk kita, setidaknya, sekali saja, kita pernah bersama dalam perjalanan.
No comments:
Post a comment