Langit tidak pernah kosong. Awan tidak pernah diam. Angin tidak pernah sia-sia. Segalanya membawa pertanda, menyiratkan pesan yang hendak disampaikan. Sesuatu sudah, sedang, atau akan terjadi. Aku hanya perlu mengikutinya, tanpa menolak, tanpa mengelak, juga bukan sekadar menebak-nebak. Pernah aku terjebak; ketakutan akan penafsiran yang berbanding terbalik. Pelik.
Pernah aku lepas tertawa hingga lupa
kapan kali terakhir bahuku berguncang. Pernah pipiku merona begitu merah hingga
lupa apakah aku sedang bermimpi atau masih terjaga. Pernah aku menatap
kehadiran cermin jiwa hingga lupa bahwasanya tidak semua yang dicintai bisa
dimiliki. Pernah aku mengangankan sepetak hal hingga lupa jikalau segalanya
akan tergulung masa.
Kita tak pernah tahu apa yang akan
terjadi. Kehadiranmu—senyum selebar paruh purnama, tingkah yang jenaka, suara
yang sejenak menghentikan detak dalam dada, jua mata pemilik juta rahasia—membuatku
bertanya-tanya, apakah yang sebenarnya kita tahu? Adakah sesungguhnya cinta
yang murni itu?
Aku lupa bahwa seluruh kita telah
luruh, sampai memiliki waktu untuk memandangmu cukup jauh kembali membuatku
luluh. Aku lupa bahwa semuanya telah tiada, sampai mendengar tawamu yang
kurindukan menggetarkan lagi sanubari. Di antara hujan yang rinai, merambat hangat
rona yang kuharap tak terlihat. Di tengah tawa yang renyah, ada yang memulangkanku
pada sebuah rumah.
Kau, benarlah, satu yang berbanding
seluruh dunia. Ingin kuhentikan menit yang mengimpit agar kita bisa lebih lama
di sini, di perbatasan pergi dan kembali. Ke mana lagi kita harus pergi dan
saling menjauh? Ke mana lagi kita harus kembali setelah merasa rapuh? Kepadamu
segalaku menuju; cukup satu. Namun, dirimu, kepada dirikukah menyisakan hidup
yang sementara?
Tak ada lagi kata-kata, semua
menguap di udara bahkan sebelum membentuk suara. Tak ada lagi angan-angan,
harapan tinggallah kenangan. Tak ada lagi mimpi-mimpi, kenyataan jelas di
depanku saat ini. Kau, duniaku, adalah yang tak pernah bisa kuhentikan
berputar. Layaknya waktu, aku hanya mampu membiarkanmu melaju, bahkan terburu.
Kelak, tatkala seberkas kilas
menegas lampaui batas, bersamamu ingin aku lepas, semua diterabas. Tak ada rasa
takut, tak perlu memikirkan yang lain. Hanya kau; cinta yang murni. Perasaan
kita akan mengalir bebas. Tentang seketika lupa, tentang ingatan yang
diharapkan hilang, kita akan mencari dan menciptakannya lagi. Untuk dirimu,
yang lebih dari dunia, aku tak ragu terus menunggu.
No comments:
Post a comment